Minggu, 02 Desember 2012

Sistem Pemilihan Umum dan Ideologi Politik



Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umnum dalam negara demokrasi adalah lambang dan juga tolak ukur dalam demokrasi itu sendiri. Dalam Ilmu politik ada banyak sistem pemulihan umum (pemilu) dengan bermacam variasi, namun pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :
a.      Single-member Constituency (satu daerah pemilih memilih satu wakil; disebut juga Sistem Distrik).
b.      Multy-member Constituency (satu darah pemilih memilih beberapa wakil; biasa disebut Sistem Perwakilan Berimbang atau sistem proposional).
Single Member Constituency (Sistem Distrik)
Dalam sistem distrik, satu wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal atas dasar pluralitas (suara terbanyak), sehingga Jumlah distrik sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan. Sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Partai tidak berperan besar dalam pemilu, namun Popularitas kandidat jauh lebih signifikan perannya. Setiap kesatuan grafis (biasa disebut distrik karena daerah yang tercangkup kecil) memperoleh satu kursi dalam parlemen. Satu distrik menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrik hanya berhak atas satu kursi, dan konstetan yang mendapat suara terbanyak menjadi pemenang tunggal[1]. Hal ini terjadi sekalipun selisih suara dengan partai lain hanya sedikit saja. Dalam distrik ini terdapat hak recall. Sistem ini sering dipakai di negara yang mempunyai sistem dwi partai, contohnya : Inggris serta jajahannya India dan Malaysia. Ciir khas sistem ini, yaitu adanya “distorsi” atau kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai secara nasional dan jumlah kursi yang diperoleh partai tersebut. Akibatnya merugikan partai kecil karena under-representation dan menguntungkan partai besar melalui over- representation
Multi Member Constituency (Sistem Perwakilan Berimbang  atau Proporsional)
Dalam sistem ini negara dibagi atas daerah-daerah pemilihan, jumlah kursi untuk tiap-tiap daerah pemilihan beragam sesuai jumlah pemilih (imbangan penduduk) di daerah tersebut Tiap kursi memiliki batas minimum suara yang harus diraih. Pemenang dari daerah pemilihan tersebut lebih dari satu orang. Partai berperan besar dalam kelolosan kandidat
Perbandingan Sistem Pemilu Proporsional Dan Distrik Murni
Sistem Unsur
Proporsional Murni
Distrik Murni
1. Daerah
Pemilihan



2. Wakil











3. Suara




4. Partai politik





5. Organisasi Pelaksana

6. Sistem Pemerintahan

*     Basis wilayah
*     Ukuran besar
*     Jumlah daerah pemilihan sedikit

*     Lebih dari satu daerah pemilihan
*     Asal wakil bebas
*     Hubungan dengan pemilih melalui partai
*     Kurang/tidak dikenal
*     Dicalonkan oleh partai
*     Pengawasan pemilih kurang
*     Bertanggung jawab kepada partai

*     Tidak ada yang hilang
*     Mayoritas mutlak (di atas 50%)


*     Menguntungkan partai kecil
*     Cenderung multi partai
*     Kekuasaan besar terhadap wakil
*     Organisasi partai setingkat desa

*     Bersifat otonom

*     Mengarah ke pemerintahan koalisi
*     Sentralisasi

*     Basis penduduk
*     Ukuran kecil
*     Jumlah daerah pemilihan banyak

*     Hanya satu daerah pemilihan
*     Ada ketentuan domisili
*     Hubungan dengan pemilih langsung atau melalui partai
*     Diawasi oleh pemilih
*     Dicalonkan oleh pemilih dan partai
*     Pengawasan pemilih kuat
*     Bertanggung jawab kepada pemilih

*     Ada yang hilang
*     Mayoritas sederhana (bisa di bawah 50%)

*     Merugikan partai kecil
*     Cenderung bipartai
*     Kekuasaan kecil terhadap wakil
*     Organisasi partai setingkat desa

*     Bersifat otonom

*     Tidak mengarah ke pemerintahan koalisi
*     Desentralisasi


Kelebihan Sistem Distrik dan Sistem Proporsional
Sistem Distrik
Sistem Proporsional
Mendorong Partai politik ke arah integrasi
Representasif
Hubungan dengan konstituen lebih erat
Demokratis
Mendukung stabilitas nasional
Sedikitnya distorsi
Pelaksanaannya murah dan sederhana

Eragmentasi partai bisa ditekan


Kekurangan Sistem Distrik Sistem Proporsional
Sistem Distrik
Sistem Proporsional
Kurang memperhatikan partai kecil
Mempertajam perbedaan-perbedaan
Kurang representatif
Memudahkan fragmentasi
Kurang efektif pada masyarakat plural
Kemungkinan wakil terpilih kurang dekat dengan konstituennya
Ada kemungkinan si wakil lebih memilih distriknya
Sulit meraih mayoritas

Sistem pemilu di Indonesia
Indonesia telah melakukan pemilu sebanya sembilan kali, pemilu 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan dan keistimewaan dibanding dengan yang lain. Semua pemilu tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung dalam lingkungan yang turut dalam menentukan hasil pemilu itu sendiri.
a.      Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pemilu sudah direncanakan bulan mulai Oktober 1945, namun baru dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Pemilu dilakukan dua kali[2]. Pemilu dilaksanakan dengan khidmat karena pemilu yang pertama dan dalam masa kemerdekaan. Pemilu berlangsung sangat demokratis. Pemilu terdapat 27 partai dan satu perorangan. Pemenangnya ; Masyumi, PNI, NU, PKI
b.      Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10, yaitu ; PNI, NU, PKI, Masyumi, Partai Katolik, Partindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, dan partai islam perti. Kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa orde baru. Pada zaman ini tidak diadakan pemilu.
c.       Demokrasi pancasila
Hasil seminar bahwa sistem distrik itu baik untuk Indonesia, namun ditolak di RUU oleh partai-partai DPRpada tahun 1967. Dengan penolakan ini, maka pemilu selanjut nya menggunakan sistem proporsional. Mulai tahun 1977 pemilu diikuti oleh 3 partai.
d.      Reformasi
Pada awalnya banyak artikel, tulisan, dan pembahasan ilmiah yang menyoroti kelemahan dalam sistem politik yang diterapkan di Indonesia sebelum masa reformasi. Pada pemilu ini reformasi membawa beberapa perubahan fundamental. Tahun 2004 pemili pertama dalam memilih PRES dan MAPRES dan secara langsung.


Ideologi Politik
Ideologi dalam Arti luas adalah kelompok cita-cita, nilai dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi sebagai pedoman normative. Sedangkan dalam arti sempit ialah gagasan/teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menentukan bagaimana individu harus hidup dan bertindak. IDEOLOGI berbeda dengan IDE. Ideologi lebih merupakan seperangkat ide-ide yang saling berhubungan secara.
Ideologi Politik Kumpulan gagasan yang secara logis berkaitan dan mengidentifikasikan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang memberi keabsahan, bagi institusi politik dan perilaku.
4 Cara Membedakan Ideologi dengan Pemikiran (ciri ideologi politik) Austin Raney
  1. Comprehensiveness : ideologi lebih menyeluruh dan menyentuh aspek-aspek hidup kemasyarakatan. Ideologi lebih meliputi banyak ide tentang persoalan-persoalan besar serta cara terbaik untuk mencapainya. Contoh: tujuan tertinggi masyarakat, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan individu dengan negara, dsb.
  2. Pervasiveness : ideologi tidak hanya dikenal pada periode tertentu, lebih dari itu ideologi telah membentuk keyakinan dan tindakan politik banyak orang. Contoh: pembicaraan tentang demokrasi, oligarki telah ada sejak abad ke-5 sebelum Masehi.
  3. Extensiveness : ideologi dianut oleh banyak orang dan memainkan peranan penting dalam politik di banyak negara.
  4. Intensiveness : ideologi membentuk komitmen yang kuat bagi pengikutnya dan mempengaruhi keyakinan dan tindakan politik mereka.
Ciri ideologi politik (ringks)
        Komprehensif. Menyeluruh, menyentuh banyak aspek hidup kemasyarakatan
        Pervasif. Membentuk keyakinan dan tindakan politik banyak orang dan dikenal dalam jangka waktu lama
        Ekstensif. Melibatkan banyak orang pendukungnya dalam banyak peran politik dan bisa melibatkan banyak negara
        Intensif. Komitmen untuk mendukungnya kuat
Komponen/Elemen Ideologi
  1. Nilai-nilai, yaitu obyek atau situasi yang dianggap berharga
  2. Visi tentang masyarakat politik yang ideal
  3. Konsepsi tentang sifat dasar manusia
  4. Strategi perjuangan
  5. Taktik politik
Fungsi  Ideologi Politik
1.      Sebagai pembenaran dari segala tindakan yang dilakukan
2.      Sebagai mobilisasi untuk mengumpulkan massa yang besar
3.      Sebagai sumber semangat dari sebuah kelompok atau organisasi
4.      Untuk menyediakan sebuah kerangka ide dan nilai untuk sebuah masyarakat
5.      Untuk mengatur dan memotivasi tindakan politik

Ideologi-Ideologi Besar Dunia
     Liberalisme (kebebasaan adalah nilai politik yang pertama).
     Komunis (anti kapitalisme, kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi).
       Sosialisasi (solidaritas, dan memperjuangkan masyarakat egalitarian, melayani masyarakat banyak daripada elit-elit tertentu)
       Fasisme (Negara bukan hanya sekedar otoriter, namun lebih bersifat totaliter dimana tidak diperkenankan organisasi/nilai apapun tumbuh, kecuali organisasi yang dibentuk negara yang didoktrin Negara).
       Kapitalisme (Sebagai bagian dari gerakan individualisme dari ekonomi. Menekankan pada kaum pemilik modal yang berusaha untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya).
       Anarkisme (Segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhkan penindasan terhadap kehidupan).
       Konservatisme




[1]Kejadian ini bisa juga disebut dengan the first past the post
[2]Pemilu yang  pertama untuk memilih anggota DPR pada bulan September, dan pemilu yang kedua untuk memilih anggota konstituante di bulan Desember. Sistem pemilihan yang digunakan ialah sistem proporsial.

Senin, 27 Februari 2012

sosialisasi oilitik dan agennya


SOSIALISASI POLITIK dan AGEN SOSIALISASI POLITIK
Sosialisasi Politik

Michael Rush dan Phillip Althoff merupakan dua orang yang memperkenalkan teori sosialisasi politik melalui buku mereka Pengantar Sosiologi Politik. Dalam buku tersebut, Rush dan Althoff menerbitkan terminologi baru dalam menganalisis perilaku politik tingkat individu yaitu sosialisasi politik.

Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sistem politik dapat saja berupa input politik, output politik, maupun orang-orang yang menjalankan pemerintahan. Fungsi sosialisasi menurut Rush dan Althoff adalah :
1. Melatih Individu
2. Memelihara Sistem Politik

Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di dalam sebuah sistem politik. Misalnya di Indonesia menganut ideologi negara yaitu Pancasila. Oleh sebab itu sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi diberlakukan pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Ini merupakan proses pelatihan yang dilakukan negara terhadap warga negaranya. Pelatihan ini memungkinkan individu untuk menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah, mematuhi hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam pemilihan umum.

Selain itu, sosialisasi politik juga bertujuan untuk memelihara sistem politik dan pemerintahan yang resmi. Apa jadinya suatu negara atau bangsa jika warga negaranya tidak tahu warna bendera sendiri, lagu kebangsaan sendiri, bahasa sendiri, ataupun pemerintah yang tengah memerintahnya sendiri ? Mereka akan menjadi warga negara tanpa identitas, tentunya.

Dalam melakukan kegiatan sosialisasi politik, Rush dan Althoff menyuratkan terdapat 3 cara, yaitu :
1. Imitasi
2. Instruksi
3. Motivasi
Imitasi. Melalui imitasi, seorang individu meniru terhadap tingkah laku individu lainnya. Misalnya, Gus Dur adalah anak dari K.H. Wahid Hasyim dan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy’ari. Gus Dur sejak kecil akrab dengan lingkungan pesantren dan budaya politik Nahdlatul Ulama, termasuk dengan kiai-kiainya. Budaya tersebut mempengaruhi tindakan-tindakan politiknya yang cenderung bercorak Islam moderat seperti yang ditampakan oleh organisasi Nahdlatul Ulama secara umum.

Instruksi. Cara melakukan sosialisasi politik yang kedua adalah instruksi. Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer ataupun organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui rantai komando. Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa. Cara instruksi ini juga terjadi di sekolah-sekolah, dalam mana guru mengajarkan siswa tentang sistem politik dan budaya politik yang ada di negara mereka.

Motivasi. Cara melakukan sosialisasi politik yang terakhir adalah motivasi. Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman, membandingkan pendapat dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain. Dapat saja seorang individu yang besar dari keluarga yang beragama secara puritan, ketika besar ia bergabung dengan kelompok-kelompok politik yang lebih bercorak sekular. Misalnya ini terjadi di dalam tokoh Tan Malaka. Tokoh politik Indonesia asal Minangkabau ini ketika kecil dibesarkan di dalam lingkungan Islam pesantren, tetapi ketika besar ia merantau dan menimba aneka ilmu dan akhirnya bergabung dengan komintern. Meskipun menjadi anggota dari organisasi komunis internasional, yang tentu saja bercorak sekular, ia tetap tidak setuju dengan pendapat komintern yang menilai gerapak pan islamisme sebagai musuh. Namun, tetap saja tokoh Tan Malaka ini menempuh cara sosialisasi politik yang bercorak motivasi.
Agen Sosialisasi Politik

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu :
1.keluarga
2.sekolah
3.peer groups
4.media massa
5.pemerintah
6.partai politik

Keluarga. Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno misalnya, memperoleh nilai-nilai penentangan terhadap Belanda melalui ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga bangsawan Bali menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda di saat mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya yang terjajah oleh Belanda.

Sekolah. Selain keluarga, sekolah juga menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi politik. Sekolah merupakan secondary group. Kebanyakan dari kita mengetahui lagu kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari sekolah. Oleh sebab itu, sistem pendidikan nasional selalu tidak terlepas dari pantauan negara oleh sebab peran pentingnya ini.

Peer Group. Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita, bukan ? Tokoh semacam Moh. Hatta banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik saat ia bergaul dengan teman-temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda. Melalui kegiatannya dengan kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari. Demikian pula pandangannya atas sistem politik demokrasi yang bersimpangan jalan dengan Sukarno di masa kemudian.

Media Massa. Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’

Pemerintah. Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.
Partai Politik. Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.


SOSIALISASI POLITIK

A. PENGANTAR
Upaya perintisan awal untuk mengkaji proses sosialisasi politik dilakukan oleh Charles E. Merriem, dalam buku suntingannya "The Making of Citizens: A Comparative Study of Civic Training". Sosialisasi politik dalam beberapa hal merupakan konsep kunci dari sosiologi politik:
a. Ketiga konsep lain yaitu partisipasi, rekruitmen dan komunikasi berkaitan erat dengan sosialisasi politik dimana partisipasi dan rekruitmen merupakan variable-variabel dipenden yang parsial dari sosialisasi dan komunikasi karena keduanya menyajikan elemen dinamis dalam sosialisasi.
b. Sosialisasi politik memperlihatkan interaksi dan interdependensi perilaku social dan perilaku politik.
c. Sebagai akibat wajar yang penting dari interaksi dan interdependensinya, ia menunjukkan interdependensinya dari ilmu-ilmu social pada umumnya, sosiologi dan ilmu politik khususnya.

Beberapa aspek penting dari sosialisasi:
a. Sosilaisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar
b. Memberikan indikasiumum hasil belajar tingkah laku individu dalam batas-batas yang luas dan lebih khusus lagi berkenaan dengan pengetahuan atau informasi, motif-motif atau nilai dan sikap.
c. Sosialisasi tidak perlu dibatasi sampai pada usia kanak-kanak dan masa remaja saja akan tetapi sosialisasi tetap berlanjut sepanjang kehidupan.
d. Sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas social dan baik secara implicit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.

B. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK
Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.
Almond dan Powell, sosialisasi politik sebagai proses dengan mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai metreka dewasa dan orang-orang dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu.
Greenstein dalam karyanya "International Encyolopedia of The Social Sciences" 2 definisi sosialisasi politik:
a. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini.
b. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajat bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan.
Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku.
Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat:
a. Tingkat Komunitas
Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
b. Tingkat Individual
Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka.
Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan jati diri melainkan juga merupakan proses pembentukan anak menjadi mahluk social dengan cara membuka suatu dataran luas kemungkinan perkembnagan jati diri.

C. AGEN SOSIALISASI POLITIK
1. Keluarga
Merupakan agen sosialisasi pertama yang dialami seseorang. Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya. Pengaruh yang paling jelas adalah dalam hal pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan. Bagi anak, keputusan bersama yang dibuat di keluarga bersifat otoritatif, dalam arti keengganan untuk mematuhinya dapat mendatangkan hukuman. Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan kompetensi politik si anak, memberikannya kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik dan membuatnya lebih mungkin berpartisipasi secara aktif dalam sistem politik sesudah dewasa.
2. Sekolah
Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan guru.
Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang kongkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan permainan politik yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan memberikan symbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspresif terhadap system tersebut.
Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara yang diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra yang diselenggarakan oleh OSIS.
3. Kelompok Pertemanan (Pergaulan)
Kelompok pertemanan mulai mengambil penting dalam proses sosialisasi politik selama masa remaja dan berlangsung terus sepanjang usia dewasa. Takott Parson menyatakan kelompok pertemanan tumbuh menjadi agen sosialisasi politik yang sangat penting pada masa anak-anak berada di sekolah menengah atas. Selama periode ini, orang tua dan guru-guru sekolah sebagai figur otoritas pemberi transmitter proses belajar sosial, kehilangan pengaruhnya. Sebaliknya peranan kelompok-kelompok klik, gang-gang remaja dan kelompok-kelompok remaja yang lain menjadi semakin penting. Pengaruh sosialisasi yang penting dari kelompok pertemanan bersumber di dalam factor-faktor yang membuat peranan keluarga menjadi sangat penting dalam sosialisasi politik yaitu:
a. Akses yang sangat ekstensif dari kelompok-kelompok pertemanan terhadap anggota mereka.
b. Hubungan-hubungan pribadi yang secara emosional berkembang di dalamnya.
Kelompok pertemanan mempengaruhi pembentukan orientasi politik individu melalui beberapa cara yaitu:
a. Kelompok pertemanan adalah sumber sangat penting dari informasi dan sikap-sikpa tentang dunia social dan politik. Kelompok pertemanan berfungsi sebagai “communication channels”.
b. Kelompok pertemanan merupakn agen sosialisasi politik sangat penting karena ia melengkapi anggota-anggotanya dengan konsepsi politik yang lebih khusus tentang dunia politik.
c. Mensosialisasi individu dengan memotivasi atau menekan mereka untuk menyesuaikan diri dengan sikap-sikap dan perilaku yang diterima oleh kelompok. Di satu pihak, kelompok pertemanan menekan individu untuk menerima orientasi-orientasi dan perilaku tertentu dengna cara mengancam memberikan hukuman kepada mereka yang melakukan penyimpangan terhadap norma-norma keluarga, seperti melecehkan atau tidak menaruh perhatian kepad amereka yang menyimpang.
4. Pekerjaan
Organisasi-organisasi formal maupun non formal yang dibentuk berdasarkan lingkungan pekerjaan, seperti serikat buruh, klub social dan yang sejenisnya merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas.
5. Media Massa
Media massa seperti surat kabar, radio, majalah, televise dan internet memegang peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai modern kepada bangsa-bangsa baru merdeka. Selain memberikan infoprmasi tentang informasi-informasi politik, media massa juga menyampaika nilai-nili utama yang dianut oleh masyarakatnya.
6. Kontak-kontak Politik Langsung
Tidak peduli betapa positifnya pandangan terhadap system poltik yang telah ditanamkan oleh eluarga atau sekolah, tetapi bila seseorang diabaikan oleh partainya, ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong, mengalami etidakadilan, atau teraniaya oleh militer, maka pandangan terhadap dunia politik sangat mungkin berubah.

D. METODE SOSIALISASI POLITIK ( oleh Rush dan Althoff)
1. Imitasi
Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.
2. Instruksi
Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya.
3. Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).

Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik.

Proses sosialisasi politik tidak langsung meliputi metode belajar berikut:
1. Pengoperasian Interpersonal
Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi politik secara eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam hubungna-hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal.
2. Magang
Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dalam situasi-situasi non politik memberikan keahlian-keahlian dan nilai-nilai yang pada saatnya dipergunakan secara khusus di dalam konteks yang lebih bersifat politik.
3. Generalisasi
Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi bjek-objek politik yang lebih spesifik dan dengan demikian membentuk sikap-sikap politik terentu.

Proses sosialisasi langsung terjadi melalui:
1) Imitasi
Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan banyak dialami anak sepanjang perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan secara sadar dan secara tidak sadar.
2) Sosialisasi Politik Antisipatoris
Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang diinginkan atau akan diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika menjalani pekerjaan-pekerjaan professional atau posisi social yang tinggi biasanya sejak dini sudah mulai mengoper nilai-nilai dan pola-pola perilaku yang berkaitan dengan peranan-peranan tersebut.
3) Pendidikan Politik
Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik dilakukan oleh “socialiers” daripada oleh individu yang disosialisasi. Pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga, sekolah, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan organisasi yang tidak terhitung jumlahnya. Pendidikan politik sangat penting bagi kelestarian suatu system politik. Di satu pihak, warga Negara memerukan informasi minimaltentang hak-hak dan kewajiban yang mereka mliki untuk dapat memasuki arena kehidupan politik. Di lain pihak, warga Negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hak-hak mereka telah dipenuhi oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi, stabilitas politik pemerintahan dapat terpelihara.
4) Pengalaman Politik
Kebanyakan dari apa yang oleh seseorang diketahui dan diyakini sebagai politik pada kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan dan pengalamn-pengalamannya didalam proses politik. 
Sumber : noe2ngpoenya.blogspot.com/2008/05/sosialisasi-politik-matkulsosiologi.html