Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umnum dalam negara demokrasi adalah lambang
dan juga tolak ukur dalam demokrasi itu sendiri. Dalam Ilmu politik ada banyak
sistem pemulihan umum (pemilu) dengan bermacam variasi, namun pada umumnya
berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :
a.
Single-member
Constituency (satu daerah pemilih memilih satu wakil; disebut juga Sistem
Distrik).
b.
Multy-member
Constituency (satu darah pemilih memilih beberapa wakil; biasa disebut
Sistem Perwakilan Berimbang atau sistem proposional).
Single Member Constituency (Sistem
Distrik)
Dalam sistem distrik, satu
wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal atas dasar
pluralitas (suara terbanyak), sehingga Jumlah
distrik sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan. Sistem
distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan
geografis. Partai tidak berperan besar dalam pemilu,
namun Popularitas kandidat jauh lebih signifikan
perannya. Setiap kesatuan grafis (biasa disebut distrik
karena daerah yang tercangkup kecil) memperoleh satu kursi dalam parlemen. Satu
distrik menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrik hanya berhak atas satu
kursi, dan konstetan yang mendapat suara terbanyak menjadi pemenang tunggal[1]. Hal ini terjadi
sekalipun selisih suara dengan partai lain hanya sedikit saja. Dalam distrik
ini terdapat hak recall. Sistem
ini sering dipakai di negara yang mempunyai sistem dwi partai, contohnya :
Inggris serta jajahannya India dan Malaysia. Ciir khas sistem ini, yaitu adanya
“distorsi” atau kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai
secara nasional dan jumlah kursi yang diperoleh partai tersebut. Akibatnya
merugikan partai kecil karena under-representation
dan menguntungkan partai besar
melalui over- representation
Multi
Member Constituency (Sistem Perwakilan Berimbang atau Proporsional)
Dalam sistem ini negara dibagi atas daerah-daerah pemilihan, jumlah kursi untuk tiap-tiap daerah pemilihan beragam sesuai jumlah
pemilih (imbangan penduduk) di daerah tersebut Tiap kursi memiliki batas minimum suara yang harus diraih. Pemenang dari daerah pemilihan tersebut lebih dari satu orang. Partai berperan besar dalam kelolosan kandidat
Perbandingan
Sistem Pemilu Proporsional Dan Distrik Murni
Sistem Unsur
|
Proporsional Murni
|
Distrik Murni
|
1.
Daerah
Pemilihan
2. Wakil
3. Suara
4. Partai politik
5. Organisasi Pelaksana
6. Sistem Pemerintahan
|
Basis
wilayah
Ukuran
besar
Jumlah
daerah pemilihan sedikit
Lebih dari satu daerah pemilihan
Asal wakil bebas
Hubungan dengan pemilih melalui partai
Kurang/tidak dikenal
Dicalonkan oleh partai
Pengawasan pemilih kurang
Bertanggung jawab kepada partai
Tidak ada yang hilang
Mayoritas mutlak (di atas 50%)
Menguntungkan partai kecil
Cenderung multi partai
Kekuasaan besar terhadap wakil
Organisasi partai setingkat desa
Bersifat otonom
Mengarah ke pemerintahan koalisi
Sentralisasi
|
Basis
penduduk
Ukuran
kecil
Jumlah
daerah pemilihan banyak
Hanya satu daerah pemilihan
Ada ketentuan domisili
Hubungan dengan pemilih langsung atau melalui
partai
Diawasi oleh pemilih
Dicalonkan oleh pemilih dan partai
Pengawasan pemilih kuat
Bertanggung jawab kepada pemilih
Ada yang hilang
Mayoritas sederhana (bisa di bawah 50%)
Merugikan partai kecil
Cenderung bipartai
Kekuasaan kecil terhadap wakil
Organisasi partai setingkat desa
Bersifat otonom
Tidak mengarah ke pemerintahan koalisi
Desentralisasi
|
Kelebihan
Sistem Distrik dan Sistem
Proporsional
Sistem Distrik
|
Sistem
Proporsional
|
Mendorong Partai politik ke arah integrasi
|
Representasif
|
Hubungan dengan konstituen lebih erat
|
Demokratis
|
Mendukung stabilitas nasional
|
Sedikitnya distorsi
|
Pelaksanaannya murah dan sederhana
|
|
Eragmentasi partai bisa ditekan
|
Kekurangan
Sistem Distrik Sistem Proporsional
Sistem Distrik
|
Sistem
Proporsional
|
Kurang memperhatikan partai kecil
|
Mempertajam perbedaan-perbedaan
|
Kurang representatif
|
Memudahkan fragmentasi
|
Kurang efektif pada masyarakat plural
|
Kemungkinan wakil terpilih kurang dekat dengan
konstituennya
|
Ada kemungkinan si wakil lebih memilih distriknya
|
Sulit meraih mayoritas
|
Sistem pemilu di Indonesia
Indonesia telah melakukan pemilu sebanya sembilan
kali, pemilu 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan dan keistimewaan dibanding
dengan yang lain. Semua pemilu tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung dalam
lingkungan yang turut dalam menentukan hasil pemilu itu sendiri.
a.
Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pemilu sudah direncanakan bulan mulai Oktober 1945,
namun baru dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955.
Pemilu dilakukan dua kali[2].
Pemilu dilaksanakan dengan khidmat karena pemilu yang pertama dan dalam masa
kemerdekaan. Pemilu berlangsung sangat demokratis. Pemilu terdapat 27 partai
dan satu perorangan. Pemenangnya ; Masyumi, PNI, NU, PKI
b.
Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10,
yaitu ; PNI, NU, PKI, Masyumi, Partai Katolik, Partindo, Partai Murba, PSII
Arudji, IPKI, dan partai islam perti. Kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa
orde baru. Pada zaman ini tidak diadakan pemilu.
c.
Demokrasi pancasila
Hasil seminar bahwa sistem distrik itu baik untuk
Indonesia, namun ditolak di RUU oleh partai-partai DPRpada tahun 1967. Dengan
penolakan ini, maka pemilu selanjut nya menggunakan sistem proporsional. Mulai
tahun 1977 pemilu diikuti oleh 3 partai.
d.
Reformasi
Pada awalnya banyak artikel, tulisan, dan pembahasan
ilmiah yang menyoroti kelemahan dalam sistem politik yang diterapkan di
Indonesia sebelum masa reformasi. Pada pemilu ini reformasi membawa beberapa
perubahan fundamental. Tahun 2004 pemili pertama dalam memilih PRES dan MAPRES
dan secara langsung.
Ideologi
Politik
Ideologi dalam Arti luas adalah kelompok cita-cita, nilai
dasar dan keyakinan yang
dijunjung tinggi sebagai pedoman normative. Sedangkan dalam arti sempit ialah
gagasan/teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menentukan
bagaimana individu harus hidup dan bertindak. IDEOLOGI berbeda dengan IDE. Ideologi lebih merupakan seperangkat
ide-ide yang saling berhubungan secara.
Ideologi Politik Kumpulan gagasan
yang secara logis berkaitan dan mengidentifikasikan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang memberi
keabsahan, bagi institusi politik dan perilaku.
4 Cara
Membedakan Ideologi dengan Pemikiran (ciri ideologi politik) Austin Raney
- Comprehensiveness : ideologi lebih menyeluruh dan menyentuh aspek-aspek hidup kemasyarakatan. Ideologi lebih meliputi banyak ide tentang persoalan-persoalan besar serta cara terbaik untuk mencapainya. Contoh: tujuan tertinggi masyarakat, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan individu dengan negara, dsb.
- Pervasiveness : ideologi tidak hanya dikenal pada periode tertentu, lebih dari itu ideologi telah membentuk keyakinan dan tindakan politik banyak orang. Contoh: pembicaraan tentang demokrasi, oligarki telah ada sejak abad ke-5 sebelum Masehi.
- Extensiveness : ideologi dianut oleh banyak orang dan memainkan peranan penting dalam politik di banyak negara.
- Intensiveness : ideologi membentuk komitmen yang kuat bagi pengikutnya dan mempengaruhi keyakinan dan tindakan politik mereka.
Ciri
ideologi politik (ringks)
Komprehensif. Menyeluruh,
menyentuh banyak aspek hidup kemasyarakatan
Pervasif. Membentuk
keyakinan dan tindakan politik banyak orang dan dikenal dalam jangka waktu lama
Ekstensif. Melibatkan
banyak orang pendukungnya dalam banyak peran politik dan bisa melibatkan banyak
negara
Intensif. Komitmen
untuk mendukungnya kuat
Komponen/Elemen Ideologi
- Nilai-nilai, yaitu obyek atau situasi yang dianggap berharga
- Visi tentang masyarakat politik yang ideal
- Konsepsi tentang sifat dasar manusia
- Strategi perjuangan
- Taktik politik
Fungsi Ideologi Politik
1. Sebagai
pembenaran dari segala tindakan yang dilakukan
2. Sebagai
mobilisasi untuk mengumpulkan massa yang besar
3. Sebagai
sumber semangat dari sebuah kelompok atau organisasi
4. Untuk
menyediakan sebuah kerangka ide dan nilai untuk sebuah masyarakat
5. Untuk
mengatur dan memotivasi tindakan politik
Ideologi-Ideologi Besar Dunia
Liberalisme (kebebasaan adalah nilai
politik yang pertama).
Komunis (anti kapitalisme, kepemilikan modal
atas individu sangat dibatasi).
Sosialisasi (solidaritas, dan
memperjuangkan masyarakat egalitarian, melayani masyarakat banyak daripada
elit-elit tertentu)
Fasisme (Negara bukan hanya sekedar otoriter,
namun lebih bersifat totaliter dimana tidak diperkenankan organisasi/nilai
apapun tumbuh, kecuali organisasi yang dibentuk negara yang didoktrin Negara).
Kapitalisme (Sebagai
bagian dari gerakan individualisme dari ekonomi. Menekankan pada kaum pemilik
modal yang berusaha untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya).
Anarkisme (Segala bentuk
negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang
menumbuhkan penindasan terhadap kehidupan).
Konservatisme